LATEST NEWS
Incididunt ut labore et dolore. Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicie.
Minggu, 10 November 2019
Selama ini, keberagaman penulisan kitab kuning
setidaknya berada dalam tiga lingkaran. Pertama, hadir kitab kuning bercorak matan
(inti), yang merespon pelbagai masalah keagamaan relatif singkat dan padat.
Dan ada pula, narasi penulisan yang berupa syarah (ulasan) dan hasyiyah
(catatan pinggir). Perbedaan paling mendasar, jika yang pertama menghadirkan
tema-tema (tuntutan) keagamaan, baik berupa kewajiban personal atau bahkan
kolektif langsung pada intinya. Sementara dua bagian terakhir, merupakan
kelanjutan dari yang pertama, setidaknya dalam merespon tema dan atau persoalan
yang sama. Pada bagian ini, umumnya membahas tema tertentu dengan demikian luas
serta ketebalan berjilid-jilid.
Selasa, 05 November 2019
![](http://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhYdMJK070sp6VJDQXsvtoeyuSgjkP4KwJI5bim86Do7veXJha3Kk0v6kvTwJEDHyq4cpj1Ztw9PU2l0aPxMccQ_3lEqmPzmUCt2PB1knqZyGtAo80_-YT7DRq8tsd9Yw/s220/foto+qu.jpg)
Maulid dalam Implementasi Kultural
Maulid nabi adalah momen
kebangkitan. Seperti momen (baca: ritual) keagamaan pada umumnya, momen satu
ini telah mengajarkan tentang kepasrahan, nasihat dan yang lebih
penting—termasuk yang membedakan dengan lainnya—mengajarkan keteladanan antara
‘kita’ sebagai umat dan ‘dia’ sebagai pemberi syafaat. Pemahaman ini bukan saja
berdasarkan dalil yang terbentang luas, tapi yang tidak bisa diabaikan adalah,
dalam maulid kita di ajarkan untuk saling mengasihi, mengenal, dan mejaga
kerukunan antar sesama.
Kamis, 11 Juli 2019
![](http://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhYdMJK070sp6VJDQXsvtoeyuSgjkP4KwJI5bim86Do7veXJha3Kk0v6kvTwJEDHyq4cpj1Ztw9PU2l0aPxMccQ_3lEqmPzmUCt2PB1knqZyGtAo80_-YT7DRq8tsd9Yw/s220/foto+qu.jpg)
Islam Indonesia: Inspirasi Bagi Perdamaian Dunia
“Kita
perlu memperkenalkan ke publik Jerman, corak dan warna Islam yang lain. Islam
tidak identik dengan etnis tertentu. Islam yang dipraktikkan masyarakat
Indonesia adalah contoh nyata bagaimana Islam mampu menjadi pelopor toleransi
di tengah ratusan kelompok etnis atas suku bangsa yang sangat beragam”.
Selasa, 25 Juni 2019
![](http://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhYdMJK070sp6VJDQXsvtoeyuSgjkP4KwJI5bim86Do7veXJha3Kk0v6kvTwJEDHyq4cpj1Ztw9PU2l0aPxMccQ_3lEqmPzmUCt2PB1knqZyGtAo80_-YT7DRq8tsd9Yw/s220/foto+qu.jpg)
Islam dan Revisitasi Makna Persatuan
Isu
tentang persatuan dan kesatuan, belakangan menjadi salah satu topik yang cukup
populer, setidaknya dalam kurun waktu satu dasawarsa terakhir. Fenomena
ini—disadari atau tidak—buntut dari ketegangan-ketegangan (tensions)
yang terus mengemuka, lebih lagi ketika bersinggungan dengan paham keagamaan
dan representasi politik. Bisa dipastikan, persoalan yang sepele sekalipun
bakal berbuntut panjang.
Kecenderungan
tersebut kian nyata manakala masyarakat mudah tersulut isu-isu murahan,
yang—sampai sejauh ini—kerap kali tidak dapat dibuktikan kebenarannya.
Beruntung, sejatinya kita punya pengalaman mengatasi persoalan ini, yakni
dengan merawat nilai-nilai persatuan dan persaudaraan antar sesama. Dalam Islam
sendiri, keduanya di yakini menjadi salah satu instrument penting dalam
menampilkan wajah Islam yang sebenarnya: santun, ramah, dan tidak marah-marah.
Oleh
karena itu, sebagai agama rahmat bagi semesta, Islam telah merumuskan bagaimana
merawat simpul-simpul kebinekaan ini agar lebih mudah dipahami. Tujuannya tak
lain, dapat mewujudkan keharmonisan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
dari dan untuk semua elemen masyarakat.
Persatuan
dalam Islam
Menelusuri
entitas persatuan dalam Islam, kita dapat menemukannya dalam beberapa sumber
sekaligus, yang satu sama lain tentunya saling berkelindan. Dalam al-Qur’an,
pesan ini tersirat dalam QS. Ali Imran [03]: 103 yang menegaskan, bahwa bagi
segenap orang yang beriman di haruskan untuk berpegang pada tali Allah swt. dan
untuk tidak tercerai-berai dalam persaudaraan. Dikalangan ulama (mufassir),
ayat ini dipahami dengan beragam pengertian, sekaligus menyimpan makna yang
berbeda (multitafsir).
Dalam
Tafsir Al-Maturidi misalnya, sahabat Abd’ Allah Ibn Masud menafsiri kata
“Hablu Allah” (tali Allah swt.) dengan makna persatuan (Al-Jama’ah),
yang artinya berupa perintah untuk meneguhkan persatuan dan menjauhi
perpecahan. Pendapat tersebut di kutip oleh beberapa ulama, misalnya, Abu
Ja’far Al-Thabari (w. 310), Abu Hayyan Al-Andalusi (w. 745), dan Abu Hasan ibn
Muhammad Al-Mawardi (w. 450).
Dalam
komentarnya, Abu Mansur Al-Maturidi (w. 333) menegaskan, keharusan menjaga
persatuan karena tipikal seorang muslim (ahl al-Islam) tak lain dengan
menjaga persatuan (al-Jama’ah), dan mencegah perpecahan. Hal ini selaras
dengan pesan dalam QS. Al-An’am [06]: ayat 153, bahwa kita diharuskan mengikuti
jalan yang lurus dan tidak sebaliknya, jalan yang dapat mencederai persatuan.
Demikian ini perintah Allah swt. agar menjadi manusia yang bertakwa.
Komentar
(syarh) yang lebih dialogis dapat ditemukan dalam—diantaranya—kitab Tafsir
Al-Mawardi, bahwa larangan tercerai-berai antar sesama tidak lepas dari dua
penafsiran: pertama, keharusan menjaga persatuan dalam meneguhkan
(ajaran-ajaran) agama. Dan kedua, bersatu dalam meneladani pesan-pesan kenabian
Muhammad saw. Penafsiran ini, berdasarkan artikulasi persatuan dalam konteks
keberagamaan. Sementara dalam bingkai keindonesiaan lain lagi, yakni upaya
merajut tenun kebangsaan dan merawat elan-elan penting dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Perbedaan
penafsiran ini, tak lain lahir dari ekspresi pemikiran para ulama yang
mendasarkan pada analisa dan kerangka berfikir yang berbeda, sehingga
menghasilkan rumusan yang berbeda pula. Namun setidaknya mereka sepakat akan
satu hal, bahwa perbedaan adalah benalu dalam mewujudkan persatuan dan
persaudaraan. Menurut Syamsuddin Al-Qurtubi (w. 671), perbedaan yang tak di
benarkan ialah yang berpotensi pada perpecahan dan kehancuran.
Komentar
serupa di kemukakan oleh KH. Hasyim Asyari (w. 1366) dalam bukunya Al-Tibyan
fi Al-Nahyi an Muqatha’ati Al-Arham wa Al-Aqarib wa Al-Ikhwan, bahwa
perpecahan adalah faktor utama dari kelemahan, kekalahan dan kegagalan
sepanjang zaman. Bahkan tidak hanya itu, potensi lain dari perpecahan ialah
terjadinya chaos, yang merusak tatanan kehidupan berbangsa dan
timbulannya kehancuran yang tak bisa di hindari.
Oleh
karenanya, lanjut kiai Hasyim dalam Muqaddimah Qanun Al-Asasi li Jam’iyyah
Nahdlatul Ulama’, berapa banyak bangsa-bangsa besar yang hidup makmur,
pembangunan merata, kemajuan terasa hingga pelosok negeri, dan pemerintahan
berjalan dengan baik, tidak lain berkat terjalinnya persatuan dan kesatuan
antar semua element masyarakat. Karenanya, sebagai bagian sunnatullah,
manusia selalu hidup berdampingan dan berinteraksi dengan yang lainnya.
Sehingga persatuan adalah sebuah keniscayaan!
Pada
akhirnya, perbedaan agama, ras, bahasa, atau bahkan afiliasi (pilihan) politik,
bukan lagi menjadi legitimasi untuk mengabaikan persatuan. Dan karenanya, Islam
mewanti-wanti pentingnya menghargai perbedaan dan merawat persaudaraan. Dalam
sepenggal hadis dlaif riwayat Al-Qadha’i ditegaskan, “Persatuan
adalah rahmat dan perpecahan adalah adzab”. Wallahu a’lam.
Artikel
ini pertama kali dimuat di jalandamai(dot)org
Kamis, 02 Mei 2019
![](http://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhYdMJK070sp6VJDQXsvtoeyuSgjkP4KwJI5bim86Do7veXJha3Kk0v6kvTwJEDHyq4cpj1Ztw9PU2l0aPxMccQ_3lEqmPzmUCt2PB1knqZyGtAo80_-YT7DRq8tsd9Yw/s220/foto+qu.jpg)
Gerakan #AyoHijrah, Upaya Bank Muamalat Sejahterakan Umat
Suatu
kali, kira-kira di pertengahan tahun 2008, adalah titik awal perkenalan saya
dengan bank Muamalat. Kala itu, saya yang masih berstatus santri di salah-satu
pesantren di kota Kediri, memang diharuskan membuat kartu identitas, yang
kebetulan dalam penerbitannya, pihak pesantren telah menjalin kerjasama dengan
bank Muamalat.
Jumat, 19 April 2019
![](http://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhYdMJK070sp6VJDQXsvtoeyuSgjkP4KwJI5bim86Do7veXJha3Kk0v6kvTwJEDHyq4cpj1Ztw9PU2l0aPxMccQ_3lEqmPzmUCt2PB1knqZyGtAo80_-YT7DRq8tsd9Yw/s220/foto+qu.jpg)
Cara Pintar Berbagi di Era Digital
![]() |
Pada
hakikatnya berbagi bisa kapan dan di mana saja, apalagi sekarang hidup di era
digital, pastinya untuk urusan satu ini semakin di mudahkan, dari dan untuk
siapapun. Semangat untuk berbagi ini, tidak lain luapan—meminjam ungkapan Ali
Ahmad Al-Jurjani dalam kitab Tarikh al-Tasyri’ wa Falsafatuhu—dari upaya
menjauhi tindakan terlampau hemat (kikir/lokek) dan mewujudkan kesejahteraan
umat (Al-Bu’du an al-Bukhl wa Iradah Islah al-Ummah).