Rabu, 16 Maret 2016

Amanah dan Sepenggal Hikayat



~Man la Wafa’a fihi, la Dina lahu. Seorang tak menepati janjinya, berarti tak beragama.

Menara bel Gereja San Fernando nampak begitu jangkung, membelah langit kota San Antonio. Di ujung menara, pada 23 Februari 1836, seorang pria tegap berdiri mematung, hampir tiga jam lamanya. Tepat di depannya, hamparan panjang horizon barat, terus ia amati. Sosok gempal itu, melakoni tugas saban hari tanpa pamrih: penuh kepatuhan. Ia adalah Daniel William Cloud, atas titah James Bowie dan William Barret Travis. Kepatuhan Cloud atas dasar sederhana; Amanah.

Kisah serupa terjadi ratusan tahun silam, sebelum Daniel Cloud mengawali—perjalanan—sejarah heroik pertempuran benteng Alamo. Dan tak kalah pilu saat Travis mulai mencium bau mesiu yang bercampur darah. Kisah ini, dalam catatan kemudian, di kenal sebagai epik sejarah Arab badui. Sejarah tentang bangsa-bangsa, yang dalam banyak redaksi, di nilai tenggelam dalam peradaban luhur. Sebagai bangsa yang terus di kerdilkan, klan (Arab) Badui, tak jarang, telah menampilkan epik kehidupan yang lebih luhur, melewati fase kehidupan moderen. Satu keputusan yang di tempuh, dalam auto-kritiknya, bahwa ia telah membuktikan janjinya; Amanah.

Seorang pembelajar –dalam buku yang tak begitu dikenal, Irsyad al-Mu’minin ila Sirati Sayyid al-Mursalin, merangkai kisah Arab badui ini dengan demikian apik. Bahkan, dengan sendirinya, penulis buku ini berhasil meyakinkan khalayak ramai, jika potongan-potongan sejarah Arab badui tak selamanya lekat dengan kegelapan, kejumudan dan bahkan, tak berperadaban. 

(Baca juga: Berhijrah Sebelum Terlambat

Dalam buku tersebut, kisah ini bermula tatkala lawatan Arab badui ke suatu negeri. Kebetulan penguasa setempat tengah memberlakukan aturan tak lazim. “Siapapun yang bertandang ke negeri ini, di saat tertentu, dia akan dibunuh”, demikian kira-kira aturan di negeri tersebut. Dan tak di nyana, Arab badui datang di saat aturan tengah berlaku. Ia tak bisa mengelak, begitu memasuki tapal batas, sekawanan penjaga menjadikannya sebagai tawanan. Selang beberapa waktu, ia di hadapkan kepada paduka raja.  

Nu’man ibn Mundzir, seorang petinggi kerajaan, kembali menegaskan jika di negerinya tengah berlaku aturan turun-temurun. Siapapun yang datang di waktu tersebut, satu pilihan untuknya: hukuman mati. Raja mengamini perkataan Mundzir, di hadapan Arab badui,  lekas ia tandaskan hal ini. “Engkau datang di saat aturan berlaku selama puluhan tahun, engkau akan di hukum pancung dan tidak ada cela untuk melarikan  diri”, tandas baginda pada tamunya.

Si badui tak bergeming, sejenak kemudian ia mulai bangkit; memikirkan sesuatu. Dan tak lama setelah itu, ia mulai berdiplomasi.

“Jika itu yang baginda inginkan, baiklah! Tapi perkenankan hamba menemui sanak keluarga, menyampaikan salam perpisahan. Aku berjanji setelah ini akan kembali”, pinta Badui.

Semula baginda tak begitu saja percaya. Ia was-was si Badui bakal tak kembali. Beruntung beberapa kolega baginda mengenal baik si Badui, diantaranya Syarik ibn Ady, pejabat sekaligus orang kepercayaan baginda. Dalam pertemuan itu, Syarik mencoba berunding dengan baginda. “Para menteri mengenal baik kepribadian si Badui, ia di kenal kejujurannya dan selalu menepati janji. Percayalah pada omongannya, ia bakal kembali, menanggung resiko yang telah di perbuat”, tandas syarik.

Syarik memang pandai berdiplomasi. Sikap baginda yang semula kukuh, kini mulai melunak; baginda merestui si Badui menemui sanak keluarga, menyampaikan salam perpisahan.

“Baiklah aku persilahkan kau menemui keluargamu’, tegas baginda.

“Dan kamu ‘amir (menteri), perlu kalian ingat! Andai si Badui tidak menepati janjinya, maka kalian yang menjadi penggantinya. Aturan harus tetap di tunaikan”, gertak baginda di hadapan para menteri. Mendadak wajah para menteri pucat-suram, terasa getir dan nampak gamang. Tapi mereka tak bisa mengelak, bagaimanapun keputusan ini harus di terima.

Pertemuan yang lebih dramatis terjadi antara si Badui dan sanak-keluarga. Lekas ia ceritakan peristiwa yang tengah menimpanya, hingga pada satu kesimpulan, umurnya tinggal menghitung waktu. Dalam pertemuan yang cukup singkat, si Badui berkisah, “Aku telah kembali, tapi dalam waktu dekat aku bakal menerima hukuman; pancung. Dan aku harus menerima, sebagai bentuk kepatuhan dan menunaikan janji yang telah terucap”, tutur si Badui. Sanak keluarga tak dapat berbuat banyak, hanya bisa pasrah dan melepas kepergian si Badui dengan penuh kesedihan.
Dalam keputusannya, si Badui menyadari, ia hanya rakyat kebanyakan, sementara sang pemangku kebijakan telah menetapkan keputusan. Tak bisa di tawar.
Hamparan padang pasir mengantarkan kepergian Arab badui. Dalam keputusannya, si Badui menyadari, ia hanya rakyat kebanyakan, sementara sang pemangku kebijakan telah menetapkan keputusan. Tak bisa di tawar. Tapal batas kerajaan lamat-lamat mulai terlihat, segera begitu memasuki batas wilayah ia di sambut beberapa juru hukum, perutusan menteri kerajaan. Tanpa membuang waktu, lekas di hadapkan kepada baginda.

“Engkau sungguh bernyali”, hibur baginda.

“Dasar apa  hingga engkau benar-benar memenuhi janjimu, sekalipun janji yang bakal membuatmu celaka”. Baginda nampaknya masih belum percaya, baru kali ini terdakwa di kursi pesakitan terlihat begitu tegar, tak sedikit pun nampak kehawatiran.

(Baca juga: Belenggu Ngunduh Mantu)

“Agamaku”, jawab Badui singkat.

Mendadak suasana hening. Para menteri, cerdik-cendikia dan pembesar kerajaan begitu tertegun dan sesekali, saling tukar pandangan satu sama lain. Suasana cukup tenang, hingga si Badui kembali melanjutkan omongannya. “Seorang tak menepaati janjinya, berarti tak beragama”, terang Arab badui memastikan alasan kedatangannya.
“Seorang tak menepaati janjinya, berarti tak beragama”
Jawaban si Badui seperti cambuk yang menelusup hingga sanubari, baginda nampak begitu tertegun, penuh penyesalan; insaf. Ia menyadari kebijakannya selama puluhan tahun tidaklah benar.  Berawal dari pertemuan itu, baginda menghapus semua kebijakan dan peraturan tak lazim dari negerinya. Dan Arab badui, ia di bebaskan tanpa syarat.

Arab badui telah membuktikan janjinya. Ia telah menanggalkan segenap kepalsuan dan memastikan akan satu hal; Amanah.

16 Maret 2016

Tags :

bm

M. Achfas Afandi

Seo Construction

I like to make cool and creative designs. My design stash is always full of refreshing ideas. Feel free to take a look around my Vcard.

  • M. Achfas Afandi
  • Februari 24, 1989
  • 1220 Manado Trans Sulawesi
  • contact@example.com
  • +123 456 789 111

Posting Komentar